Opini

Korupsi Trilyunan Sejumlah Oknum di BP3TI KOMINFO

Published by Unknown on Sabtu, 08 Maret 2014 | 19.13

Mengawali informasi ini, perkenankanlan kami mengajak kita semua untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahman dan rahimNya sehingga kita masih berada di dunia ini berada dalam kondisi sehat. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membaca Press Release Komunitas Informatika Indonesia, dan khususnya kepada pihak-pihak yang didasari keinginan tulus untuk memberantas praktek-praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di lingkungan BP3TI (Balai Penyedia, Pengelola, Pendanaan Telekomunikasi dan Informatika) Ditjen PPI (Penyelenggaraan Pos dan Informatika) Kementerian Kominfo. Dahulu BP3TI disebut BTIP (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan), yakni Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Ditjen PPI yang menyelenggarakan Layanan Internet Kecamatan ke daerah-daerah terpencil atau perbatasan Indonesia.

Adapun awal dari seluruh praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini diawali dari keputusan mengenai tender yang diatur oleh oknum Dewan Syuro PKS (realisasinya hanya beberapa gelintir orang yang terlibat, lebih disebabkan karena banyak yang tidak mengerti tentang proyek ini. Tapi bagi yang benar-benar mengerti, telah menggila seperti kesetanan, agar dapat dana dari proyek ini). Mereka taunya beres, karena telah melimpahkan wewenang ini kepada Asen (julukan Dr. Adiseno) untuk diamankan. Tapi karena Asen merasa sering dikadalin oleh Panitia (beberapa titipan jagoan nya sering gagal di pelaksanaan tender), untuk akhir tahun 2011 ini, oknum PKS tersebut jadi gila-gilaan mengontrol pelaksanaan tender ini. Bahkan tidak sungkan-sungkan tim pelaksana beliau melakukan negosiasi langsung dengan peserta yang akan dimenangkan.

Seluruh pelaksanaan tender di BP3TI (dulu BTIP atau ) dikontrol penuh oleh Asen (julukan Adiseno). Pelaksana nya Saut (bidang Teknis) dan Uut (negosiasi komitmen). Saut punya 2 staf: Ardi Kuntjoro dan Edwin Rovantara. Mereka yang bertugas berkoordinir dengan Panitia Tender (diketuai Berry) untuk mengatur spek teknis yang dipakai dan tim penilainya, karena ada konsultan juga yang diundang, biar seolah-olah ada tim independent nya (namun keputusan tetap di Berry). Atas jasa menggunakan merk yang dipakai, maka tim teknis ini meminta fee sekitar 10%-20% dari vendor. Pendapatan ini tidak diinformasikan ke pimpinan PKS, karena ini dianggap kreativitas tim pelaksana dan sebagai pendapatan untuk menutupi operasional mereka.

Sedangkan disisi negosiasi komitmen, Uut memiliki 2 staf: Lutfi dan Johan Neesken. Tim yang ini agak garang. Negoasiasi dengan para peserta yang akan dimenangkan telah berjalan 3 hingga 6 bulan sebelum tender dimulai.

Karena persyaratan perusahaan yang ikut harus memiliki ijin NAP dari Postel-Kominfo, maka tim lapangan PKS terus bergerilya untuk melakukan meeting-meeting. Biasanya di Citos (Cilandak Town Square), Arcadia-Plasa Senayan, Kuningan Suit, Oakwood (atau seputaran Mega Kuningan), dan sebagainya. Bagi vendor yang siap untuk menerima kondisi pembayaran fee 15% dimuka akan mendapat wilayah kerja yang lebih gemuk.Karena banyak vendor yang tidak gampang percaya, maka akhirnya diganti menjadi beberapa tahap, tergantung negosiasi, misalnya 30% saat pengumuman pemenang, 40% saat pencairan DP, dan 30% sebulan kemudian.

Untuk memastikan bahwa jagoan-jagoan yang dititipkan ini bakal menang, maka tender seperti biasa dibagi dalam 2 sampul (seperti tahun-tahun sebelumnya), tapi pemasukan dokumennya (administrasi, teknis dan harga) sekaligus. Tahap pertama adalah pembukaan sampul teknis, tahap kedua adalah pembukaan sampul harga. Antara tahap pertama dan kedua ada jeda beberapa hari. Unik nya, dokumen yang akan dijadikan pemenang, dapat keluar / dicabut dari panitia untuk dilengkapi lagi oleh peserta yang akan dimenangkan tersebut, jika ada yang kurang lengkap atau kurang benar agar nilai administrasi dan teknis nya sempurna. Tentunya perbaikan dokumen ini harus selesai dalam 1 malam, agar tidak banyak yang curiga. Sama hal nya dengan harga. Seluruh dokumen harga yang masuk, di ‘intip’ oleh mereka (tentunya kerjasama dengan panitia), sehingga harga dari peserta lain (yang ada dibawah peserta yang akan dimenangkan) akan digugurkan secara administrasi atau teknis. Ini cara gampang tentunya panitia terlibat didalamnya.

Untuk menjaga agar peserta yang akan dimenangkan tersebut tidak membanting harga (sekalipun sudah disepakati sejak awal bahwa harga dikontrol oleh Tim PKS), maka amplop harga yang tidak sesuai dengan kesepakatan, diminta ditukar dan dimasukkan harga baru (selisih harga menjadi milik Tim PKS). seluruh nya sudah diatur rapi agar secara administrasi dan teknis, semua dokumen yang tercata sudah sesuai prosedur.

Jadi jika ditanya apakah pelaksanaan tender ini sesuai dengan aturan Perpres 54/2010, jelas jawabannya YA, karena secara administrasi semua sudah dijalankan secara prosedur. Tapi jika ditanya cara pelaksanaanya, tentunya tidak satupun bisa membuktikan dimana letak pelanggarannya

pihak KPK atau LKPP ikut mengawasi jalan nya tender ini sejak awal, maka kemungkinan kebocoran diatas pasti dapat dikurangi. Masalahnya, tidak ada wakil KPK atau LKPP dalam pelaksanaan tender tersebut.

Semua yang terlibat atau disebutkan di atas harus diawasi penuh oleh KPK/Bareskrim/Kejaksaan atau pihak yang berwenang, jika ingin menangkap mereka. Kalau perlu telepon mereka disadap semua (HP, telepon rumah, kantor, istri, keluarga), termasuk Dewan Syuro. Juga perlu dibuntuti sepanjang hari, kapan mereka akan mengambil dana dari pemenang tender.

Untuk tender NIX, tanggal 21 November 2011 sudah diumumkan, sekalupun agak aneh. Peserta difax satu persatu pada hari Sabtu (Tanggal pengumuman pemenang administrasi dan teknis tertulis Jumat, 18 November 2011). Ini strategi dari panitia (Berry cs) agar peserta yang digagalkan tidak marah besar saat hari kerja. Karena peserta tahun lalu yang menang dan bekerja dengan benar tapi sulit diajak negosiasi masalah fee (seperti Telkom, Lintasarta, dsb) seluruhnya digugurkan, diganti peserta abal-abal yang tidak jelas, apakah dapat bekerja dengan baik sesuai spesifikasi teknis yang diwajibkan. Karena kenyataannya, tahun lalu, peserta yang abal-abal banyak yang terlambat atau macet, seperti PT. SIMS (untuk proyek PLIK Jawa Barat), Jastrindo (untuk proyek Jawa Tengah), SATNET (untuk NIX Phase 1 di Ternate dan Jayapura), SMS (untuk proyek SIMMLIK Jakarta). Hingga sekarang tidak jelas, kapan proyek-proyek yang macet tersebut dibereskan.

Dalam pelaksanaannya, atas tekanan PKS ke staf pelaksana di BP3TI, maka uji fungsi dan serah terima pekerjaan agak dipaksakan untuk diterima, biar tidak masalah dalam temuan BPK. Kenyataannya, jika setiap Peserta Titipan tersebut diminta untuk membuktikan bahwa jaringan yang mereka pasang sudah online dengan menunjukkan bukti historis berupa online Traffic MRTG (monitoring routing traffic grapher), tentunya mereka tidak dapat menunjukkan versi online nya, karena MRTG juga direkayasa untuk serah terima pekerjaan tersebut. Banyak tipu menipu untuk mengamankan peserta titipan ini, karena sejak awal memang sudah bermasalah. Salah satu keributan yang belum mereda adalah konflik antara SIMS (pimpinan Gugun/adiknya Agum Gumelar) dengan ISATNET (mitra SIMS yang dipimpin Freddy Candra). Disini posisi oknum PKS tersebut jelas cuci tangan, karena dana pemenangan sudah mereka terima, dan tidak mau ambil pusing atas permasalahan yang terjadi saat implementasi nanti.

Aseng (julukan Dr.Ir. Adiseno), banyak mengenal vendor, termasuk mengatur siapa vendor-vendor yang diterima, seperti produk Juniper (kerjasama dengan Deddy Nurcahyo, Enterprise Account Manager), sehingga tidak heran, dari paket NIX (Phase I dan II), SIMMLIK, Upstream Internet, dan Internasional IX semua produk jaringan dikuasai merek Juniper.

Berita Terkait

Komentar

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Berita Terbaru

 
Copyright © 2013 - . Pelopor Lidik Krimsus - All Rights Reserved