Pekanbaru BU-Riau,Bagi konsumen ceredit kendaraan bermotor menggunakan jasa Andira yang lambat membayar angsuran dan apa bila kendaraan sempai di tarik oleh pihak Andira, di haruskan membayar uang tarikan kendraan roda dua yang dilakukan debt collector, berkisar Rp500.000-Rp1.500.000, akibat dari penunggakaan angsuran cicilan (kredit) kendaran bermotor roda dua. Seperti yang di alami beberapa konsumen debitur (pembeli sepeda motor) dengan cara kredit, yang terjadi penunggakan selama tiga bulan. Saat debitur (pembeli sepeda motor) ingin membayar angsuran tunggakan terhadap kendaraan roda duanya pada Senin lalu, oleh kasir karyawati Adira finance meminta debitur (pembeli sepeda motor) untuk membayar uang tarikan kendaraan. Sementara kendaraan roda dua yang di kredit oleh debitur belum di tarik pihak Adira finance melalui debt collector, tetapi uang penarikan kendaraan tetap di minta kasir Adira finance, dengan jumlah Rp500.000. Semula debitur berniat membayar angsuran selama tiga bulan, dengan angsuran perbulannya Rp788.000 X 3 bulan tertunda, dan cuma bisa dibayar selama 2 bulan Rp1.580.000. Karena kasir Adira finance memaksa debitur untuk membayar uang pembatalan surat penarikan kendaraan.
Salah seorang keluaraga debitur Rima (23), merasa keberatan dengan kebijakan Adira finance yang dilakuan kasir terhadap keluar debitur, karena tidak menerangkan secara detail pembayaran uang tarikan kendaraan roda dua tersebut, dan tanpa ada tanda bukti penerimaan (kuwitansi) yang di berikan karyawati Andira finance kepada orang tuanya, yang penyetorankan cicilan Senin lalu di kantor Adira finance jalan Jendra Sudirman, kota Pekanbaru. Kredit kendaraan roda dua merek Honda jenis motor bebek No Pol BM 3208 NW melalui Adira finance dengan lama angsuran selama 24 bulan, dan sudah berjalan cicilan (angsuran) selama 17 bulan, dan di bulan ke 18 cicilan terlambat selama tiga bulan berturut-turut. Itu terjadi karena paktor ekonomi yang pada saat ini sangat sulit. Dan perna keluarganya di hubungi oleh pihak debt collector melalui telepon selulernya menanyakan tunggakan, dan keluarganya berjanji akan membayar keterlambatan membayar cicilan selama tiga bulan, maka pembayaran di lakukan p, "ungkap Rima. Disaat keluarganya ingin membayar tunggakan tiga bulan, yang pada saat itu dilakukan pembayaran di loket Adira finance jalan Jendral Sudirman yang di terima Rina sebagai kasir, dan mengatakan tidak bisa membayar tunggakan selama tiga bulan saja, tetapi konsumen (keluarga Rima) harus membayar uang pembatalan surat penarikan, dengan alasan untuk membuka pin surat penarikan kendaraan roda dua sebesar Rp500.000. "Karena uang yang di bawa keluarganya cukup untuk angsuran tiga bulan, dan ada uang tagihan pembatalan surat penarikan, terpaksa keluaraganya cuma bisa membayar angsuran selama dua bulan, kerena uang buat tiga bulan sudah berkurang, untuk membayar uang pembatalan surat penarikan kendaraan roda dua, "jelas Riam. Rima melanjutkan, uang pembatalan penariakan kendaraan roda dua harus di bayar keluarganya, sementara kendaraannya belum di tarik oleh pihak Adira finance melalaui debt collector, kendaraan roda dua (motor) masih di tangan keluarganya, "Kok ada uang penarikan, dan tidak disertai bukti pembayaran (kuwitansi). Dan ibu kasirnya cuma bilang, kalau ada debt collector yang datang ke ruamahnya, bilang uang penarikan kendaraan roda dua atas nama adiknya sudah di bayarkan kepada Rina, dan debt collector suruh telepon saya, sambil menyerahkan nama dan nomor telrpon selulernya, "terangnya.
Dengan adanya sumber, B U mengkomfirmasikan kepada karyawati Adira finance yang menerima pembayaran cicilan kendaraan roda dua keluarga Rima. Saat di temui di loket Adira finance, Rina sebagai kasir merasa terkejut dengan kehadiran wartawan media ini, dan mengarahkan untuk komfirmasi lebih pasnya sama debt collector saja. Dan saat di tanyai perihal bukti penerimaan uang (kuwitansi) pembatalan surat penarikan, Rina menjawab, yang membuat kuwitansi itu pihak debt collector bukan dirinya. Rian yang menerima pembayaran, sempat bertanya kepada Rima, kok sampai begini, dan menanyakan Rima.
Dengan terburu-buru, kasir yang menerima pembayaran kredit dan uang pembatalan penarikan kendaraan roda dua keluarga Rima, menelpon debt collector yang menangani penarikan. Tidak menunggu lama, pihak debt collector samapi di kantor Adira finance jalan Jendral Sudirman, dan wartawan portalsigi.com di bawa keluara ruangan tempat aktivitas penyetoran pembayaran angsuran debitur. Saat di temua debt collector, Ismet Rianto mengatakan, memang sudah begitu mekanisme (aturan), walaupun kendaraan bermotor belum di tarik debt collector, konsumen harus membayar uang pembatalan surat penarikan terlebih dulu. Walaupun kendaraan belum ditarik debt collector, sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Adira finance. Begitu juga dengan jumlah uang, tidak dapat di pastika besar kecilnya, bisa saja uang pembatalan surat penarikan kendaraan roda dua berkisar Rp500.000-Rp1.500.000. Walau pun kendaraan belum di tarik debt collector (masih di tangan konsumen). Apa bila debitur terlambat membayar angsuran dan jatuh tempo sebagaimana tertulis, konsumen harus membayar uang penarikan atau pun pembatalan surat penarikan kendaraan tersebut, "ungkap debt collector. "Kami debt collector tidak mempunyai gaji, kami mendapatkan persentasi dari uang tagihan (penarikan) dari konsumen yang kendaraannya ditarik, dan ingin di ambil kembali oleh konsumen, dan meneruskan kredit kendaraan di Adira finance, "jelas Ismet.
Ditanyai masalah kewewenangan debt collector t di Adira fanace, Ismet Rianto mengatakan, debt collector sebagai penarik barang kredit macat, dan apa bila cicilan mecet sesuai masa tenggang yang telah ditentukan pihak finance, maka pihak finance memberika surat penarikan barang yang di kredit konsumen kepada debt collector, "katanya. Saat ditanyai badan hukum yang di pegang debt collector, yang sebagai mana di ketahui apa bila ada rekanan yang ingin bekerjasama dengan pengusaha, perusahaan mau pun pemerintahan, rekanan harus mempunyai badan hukum yang jelas. Seperti bernaung di bawah CV atau PT yang jelas, Ismet Rianto mengatakan dengan kata singkat, tidak ada. Di tempat berbeda Koordinator Lembaga Suadaya Masyarakat Opas Indonesia (LSM-OI) Hendriansyah Am menerangkan dan menanggapi, terkait pengkeritan macat dan kenerja debt collector melanggar hukum. Penyitaan paksa barang oleh debt collector jelas melanggar hukum, tindakan debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor yang menunggak kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah. Karena belum dapat melunasi hutang pada Bank, Finance, dan yang dikenal sebagai lesing merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita secara paksa itu, ibaratnya menutup lubang masalah dengan masalah, menyelesaikan pelanggaran hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat. Seorang debitur yang belum mampu membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan kredit sepeda motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu melanggar perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak untuk menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor) dengan alasan wanprestasi.
Atas alasan tersebut biasanya, kreditur mengutus debt collector-nya untuk menyita barang, jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan finance) umumnya diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah debitur, yang melakukan perjanjian jual-beli dengan dealer (finance) sebagai kreditur. Jika debitur wanprestasi, tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kredit, maka berdasarkan alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya perjanjian maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada debitur. Namun pembatalan itu tidak serta merta dapat dilakukan oleh kreditur. Pembatalan perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan, maka kreditur tidak dapat menyita barang yang telah diterima oleh debitur, melalui debt collector-nya. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penyitaan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum. Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah pelanggaran hukum, maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP) mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya kepada Polisi. Selain pencurian kreditur dan debt collector-nya juga dapat diancam tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan, kalau sudah emosional dan menggebrak-gebrak meja dan tentunya kita sudah dapat membayangkan tindak pidana yang lebih kejam lagi, jika sang debt collector telah berlagak menjadi jagoan yang gampang main pukul, "penjelasan Koordinator LSM OI. ** (hen)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Komentar